Refleksi Hari Tani Nasional 2022, DPK GMNI ITB Widya Gama Lumajang : Pupuk Subsidi Dibatasi, Mafia Beraksi, Petani Terancam Merugi

LUMAJANG, fajarnasional.com – Indonesia memiliki 1,9 juta kilometer persegi daratan yang mayoritas tanahnya sangat cocok digunakan sebagai lahan pertanian. Sudah sepantasnya jika sektor pertanian menjadi potensi besar yang dapat dimanfaatkan masyarakat Indonesia, namun kondisi pertanian di Indonesia kini cukup memprihatinkan.

Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris (sebagian besar penduduknya bekerja pada sektor pertanian) ternyata pada realitanya nasib petani hingga kini masih cukup miris. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, penduduk yang bekerja di sektor pertanian 1,86 Juta orang atau 29,96% dari jumlah penduduk Indonesia.

Data tersebut memberikan kabar terhadap rakyat Indonesia bahwa meskipun terjadi penurunan angka jumlah petani pada setiap tahunnya, namun tetap masih ada petani yang berjuang berjerih payah demi membawa hasil produksi pertanian untuk ibu pertiwi sebagai penopang ketahanan pangan di Indonesia.

Bertepatan dengan hari Tani Nasional tanggal 24 September 2022 adalah hari yang bersejarah untuk memperingati perjuangan petani hingga pembebasan dari kesengsaraan. Penetapan hari Tani Nasional tersebut ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Sukarno No 169 Tahun 1963.

Bukan hanya itu, tanggal tersebut dipilih karena merupakan momentum pengesahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) sebagai pengganti Undang-Undang Agraria kolonial yang tidak berpihak terhadap rakyat Indonesia. Hendaknya perayaan yang diadakan setiap tahunnya tidak hanya sekedar dimaknai sebagai perayaan saja, tetapi sebagai bentuk pengevaluasian terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak terhadap petani.

Semangat para petani dalam mewujudkan ketahanan pangan Indonesia ternyata tidak sebanding dengan apa yang mereka terima dan bertolak belakang dengan apa yang mereka harapkan. Setiap tahunnya para petani selalu tertimpa kelangkaan dan keterbatasan pupuk subsidi yang disebabkan oleh ketidaksamaan data antara pemerintah pusat dengan realitas para petani.

Pendataan petani penerima pupuk subsidi dilakukan setiap tahun melalui sistem e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). sistem e-RDKK bertujuan untuk meningkatkan kecepatan input data penerimaan dan meningkatkan ketepatan sasaran, tetapi pada realitasnya masih banyak para petani yang telah terdaftar dalam sistem e-RDKK belum mendapatkan pupuk subsidi seperti para petani di Kabupaten Lumajang.

Menurut data rata-rata antara alokasi berbagai jenis pupuk dan e-RDKK di Kabupaten Lumajang tahun 2022 yaitu urea : 26.796 ton sedangkan e-RDKK mencapai 33.958,86 ton, SP-36 : 1.250 sedangkan e-RDKK mecapai 1.262,71 ton, NPK : 15.532 ton sedangkan e-RDKK mencapai 44.656,03 ton, organik granul : 7.935 ton sedangkan e-RDKK mencapai 26.893,18 ton, organik cair : 5.653 ton sedangkan e-RDKK mencapai 125.268 ton, sementara itu jenis pupuk ZA memiliki persamaan antara jumlah alokasi pupuk dengan e-RDKK yaitu 4.253 ton.

Berdasarkan data tersebut menjelaskan bahwa permintaan para petani Lumajang terhadap pupuk subsidi belum bisa terpenuhi oleh pemerintah pusat. Jika hal itu dibiarkan maka akan berdampak pada peningkatan biaya produksi karena harus membeli pupuk non subsidi yang akan membebani para petani lumajang. Terlebih biaya produksi yang paling banyak dikeluarkan berasal dari pupuk.

Meskipun biaya produksi naik akibat petani harus menggunakan pupuk nonsubsidi tetapi harga jual tetaplah sama. Sebagai informasi bahwa harga pupuk non subsidi jenis urea di Kabupaten Lumajang Rp 10.000-Rp 12.000/kg yang memiliki selisih lima kali lipat ditahun ini dibandingkan pupuk subsidi Rp 2.250/kg.

Dengan adanya kebijakan pembatasan pupuk subsidi, pada awal tahun 2021 yang terealisasi mencapai 7,76 juta ton sedangkan di tahun 2022, pemerintah pusat hanya mengalokasikan anggaran pupuk subsidi mencapai Rp 25,28 triliun untuk 9,11 juta ton pupuk. Kebijakan tersebut memicu adanya kelangkaan pupuk subsidi di Kabupaten Lumajang yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum untuk menimbun pupuk serta menaikkan harga jual pupuk subsidi melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yaitu pupuk urea semula Rp 1.800/kg menjadi Rp 2.250/kg, pupuk ZA semula Rp 1.400/kg menjadi Rp 1.700/kg, dan pupuk SP-36 semula Rp 2.000/kg menjadi 2.400/kg.

Fenomena tersebut jelas harus ditindak secara tegas, karena bertentangan dengan HET yang diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 1 Tahun 2020. Mulai dari kebijakan pembatasan pupuk bersubsidi dan terdapat mafia-mafia yang mempolitisir harga pupuk subsidi, maka jelas akan berdampak kepada kualitas pertanian di Kabupaten Lumajang.

Belum selesai bernafas para petani sudah dihantam oleh kebijakan yang menuai polemik. Beberapa bulan yang lalu pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Subsidi bagi para petani. Peraturan tersebut memberikan kebijakan dalam membatasi komoditas pertanian yang mendapatkan pupuk subsidi, dari peraturan sebelumnya ada 60-70 komiditas menjadi 9 komoditas.

Kebijakan tersebut sangat memberatkan para petani, dikarenakan banyak sektor komoditas pertanian yang memiliki luas lahan kurang dari 2 Hektar dan membutuhkan suplai pupuk subsidi seperti tembakau, timun, kubis dan tanaman holtikultura lainnya. Bukan hanya itu, Permentan No 10 Tahun 2022 juga hanya memberikan dua jenis pupuk subsidi yaitu NPK (Nitrogen, Fosfor, Kalium) dan Urea sedangkan jenis pupuk yang lain juga sangat dibutuhkan oleh petani.

Sektor pertanian seperti halnya manusia yang membutuhkan asupan dasar untuk tetap hidup dan bugar agar kualitasnya tetap terjaga. Para petani sangat membutuhkan pupuk subsidi untuk mengurangi biaya produksi dan mendapatkan keuntungan yang humanis, apalagi tuntutan pasar membutuhkan hasil pertanian yang berkualitas. Bukan hanya itu petani juga terkena imbas akibat kenaikan BBM yang memaksa untuk menaikkan lagi biaya produksi dan ditambah ancaman gagal panen.

Petani sebagai mata air di sektor hulu industri adalah para pahlawan bagi devisa negara yang harus dilindungi. Maka, pemerintah harus mampu menjamin berjalannya perekonomian di sektor pertanian, karena hal tersebut menyangkut hajat hidup jutaan jiwa. Kengerian dari kondisi ini tentu saja berdampak kepada anjloknya pendapatan negara dan jika kondisi semacam itu semakin dibiarkan, maka para petani yang berimbas tidak lagi dapat melanjutkan kerja kebudayaannya.

Jangan sampai negara yang sudah tidak mampu meringankan nasib rakyat, kemudian berencana meluncurkan paket kebijakan yang jauh dari kata keberpihakan terhadap rakyat. Dalam menjamin kesejahteraan untuk para petani Lumajang dan sesuai ajaran Bung Karno bahwa penindasan dan perampasan harus dihapuskan dari kehidupan.

Maka kami Dewan Pengurus Komisariat Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Widya Gama Lumajang menyatakan sikap sebagai berikut :

1. Mendesak Pemerintah Pusat untuk membatalkan kebijakan pembatasan mengenai pupuk subsidi

Kebijakan pembatasan tersebut mengakibatkan para petani membeli pupuk non subsidi yang harganya 5 kali lipat dari harga pupuk subsidi. Hal ini jelas akan menaikkan biaya produksi secara signifikan karena pupuk merupakan bahan pokok pada sektor pertanian. Nasib petani kian tidak menentu memikirkan biaya produksi yang tidak sebanding dengan har jual pasar. Belum lagi terdapat kenaikan BBM yang membuat para petani semakin menjerit. Diketahui bersama bahwa Indonesia sedang memulihkan perekonomian akibat dampak pandemi covid-19, namun kebijakan pemerintah terhadap petani justru sebaliknya. Adanya pembatasan pupuk subsidi serta kenaikkan BBM akan membuat nasib para petani semakin tidak jelas.

2. Mendesak Pemerintah Pusat untuk meninjau ulang pasal-pasal bermasalah pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 10 Tahun 2022

Belum selesai persoalan pembatasan pupuk subsidi, pemerintah kian tegas menginginkan keuntungan dibalik kesusahan para petani. Pasalnya peraturan tersebut membahas secara spesifik pembatasan komoditas dan jenis pupuk. Kabupaten Lumajang sendiri masih banyak petani yang harus mendapatkan pupuk, yakni berjumlah kurang lebih sekitar 83 kelompok tani kecil yang memiliki kurang dari 2 Hektar. Tidak etis rasanya ketika para petani dituntut untuk terus menanam namun rasa keadilan masih sangat jauh bagi petani.

3. Mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Lumajang untuk menutupi kekurangan kuota pupuk subsidi melalui APBD

Jika APBN tidak mampu dalam mensubsidi maka pilihan agar subsidi tetap ada bisa dilakukan menggunakan APBD Kabupaten atau Kota. Subsidi tersebut bisa berbentuk bahan baku (pupuk), subsidi harga jual, maupun subsidi yang lebih kolektif yaitu sarana dan prasarana (mesin pengering, irigasi, jalan, jembatan).

4. Mendesak DPRD untuk mengevaluasi kinerja Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) Lumajang dalam memberantas mafia-mafia yang mempolitisir harga pupuk subsidi

Pembatasan pupuk subsidi dan Permentan No 10 Tahun 2022 mengakibatkan terjadinya saling berebut pupuk subsidi di kalangan para petani. Hal tersebut tengah dimanfaatkan oleh para oknum-oknum untuk mengambil keuntungan dibalik keterbatasan petani dalam mengakses pupuk subsidi. Jangan sampai persoalan keterbatasan pupuk subsidi yang belum mampu diatasi, malah berdampak kepada petani secara keseluruhan.

5. Mengajak seluruh masyarakat Lumajang untuk ikut serta mengawal dan mengawasi jalannya perekonomian di sektor pertanian

Penting bagi rakyat khususnya petani di Kabupaten Lumajang dalam mengawasi sekaligus mengawal kebijakan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang dinilai tidak berpihak terhadap petani. Agar segala kebijakan yang dinilai baik mampu berjalan secara sistematis (terukur, terarah dan tepat sasaran).

Penulis : Roni Hadi Saputra (Ketua DPK GMNI ITB Widya Gama Lumajang
Editor : Redaksi

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *